Suatu kali ayahku mengajak ke pemakaman. Setelah sampai beliau sepertinya mencari-cari sesuatu. Lalu ayahku berkata,
“Nak, lihat nisan dari batu bata kecil itu!! Yang dibawah pohon kamboja… Itu kuburan mbah putrimu.” Tunjuk bapakku
“Suatu saat kuburan itu akan hilang karena kemiskinan, orang-orang kaya akan merusak kuburan dengan membuat batu kijing[1].” tambah bapakku..
Sementara aku cuma diam sambil melihat kuburan-kuburan berserakan didepan.. Aku tak lupa memegang lengan beliau yang kekar karena tiap hari bergulat dengan cangkul.
Sesekali saya melihat jenggot dan matanya yang menatap jauh… jauh jauh.. seakan dia memikirkan apa yang akan terjadi dibalik batu nisan ini.
Tiba-tiba suara bapakku muncul dari mimik bibirnya sembari melihatku,
“Nak… kamu sudah baligh, kamu sudah bertanggung jawab dengan amalmu..”.
“Bapak sudah berusaha mendidik kalian agar menunaikan kewajiban kepada Allah, terutama shalat”
“Jangan sampai suatu saat kalian menjadi penghalang masuk surga orang tua, jika di yaumil hisab ketika kalian di tanya Allah tentang keadaan sholatmu… kalian mengatakan ‘saya belum diajari agama oleh orang tuaku’. Maka Allah akan meminta pertanggungjawaban kepada orang tua karena dia bertanggung jawab mendidik anaknya..”
“Ingat Bapak sudah berusaha mendidik kalian, dan menyuruh menunaikan kewajiban kepada Allah… jika Bapakmu kelak tiada. Kalian-kalianlah kelak yang mendoakan bapak-ibumu.” [Abu Najmah Minanurrohman]
Keterangan:
1. Ada hadis larangan membuat kijing pada kuburan. Dari sahabat Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari memberi semen pada kubur, duduk di atas kubur dan membuat bangunan di atas kubur.” (HR. Muslim no. 970)
Disamping itu secara ekonomi, pemberian kijing syarat pemborosan. Karena area pemakaman umum akan penuh bangunan yang menyulitkan tempat pemakaman bagi orang yg meninggal esok hari.